Jigsaw dan Beringin - Memperdalam Sebuah Karya



21 Februari 2016.

Agenda rutin yang kita laksanakan di emperan UIN, bedah karya. Dalam bedah karya ini selalu, bisa dipastikan, akan banyak ide baru. Beberapa alasannya karena ingin membuat sejarah dalam dunia literasi, sebagian lagi iseng-iseng saja.

Teknik Jigsaw

Begitu pula pekan kemarin. Salah satunya adalah ide iseng dari S. Laika. Bernama teknik jigsaw. Aslinya teknik ini berasal dari dunia pendidikan. Mengacak-acak ide atau paragraf, untuk mengasah otak atau memperoleh struktur baru yang lebih menarik. Dan S. Laika melakukan ide ini ke dalam cerpennya.

Jadi, kita diharuskan menyusun cerpen yang sudah dipotong-potong tiap paragrafnya. Yang nantinya bisa jadi membentuk struktur cerpen baru. Kita bisa mengubah alur waktunya, agar mendapatkan plot baru, bisa juga membuat twist yang lebih mengena ke pembaca.


Teknik ini sangat bagus untuk brainstorming. Kita akan mengenal lebih dalam bagaimana cara membuka cerpen yang bagus dan membuat twist yang semakin membuat pembaca semangat membaca. Coba deh kalian praktekkan sendiri. Acak-acak cerpen kalian!

Tapi, kalau kalian ingin membahas di forum dengan teknik ini. Jangan sampai di luar ruangan ya! apalagi pas hujan angin gitu. Bisa-bisa potongan-potongan cerpenmu kabur semua. Gak jadi dibahas deh. Macam bedah karya kita kemarin, pengendali angin lagi ngamuk.

Analogi Sepohon Beringin

Setelah membaca cerpen dari S. Laika kita lanjut membahas cerpen Kak Zie. Berkisah tentang pohon-pohon yang tak tau terima kasih. Menariknya cerpen ini karena membahas cara hidup pohon beringin. Oh iya, bagaimana Zie bisa menuliskannya? Tentu lewat riset dong. Hal paling pertama yang harus dilakukan siapapun yang ingin berkarya. Riset!


Hingga akhirnya dia bisa menemukan alur hidup pohon beringin, dan menceritakannya ke dalam cerpen. Setelah membaca cerita ini, kita akhirnya juga tau bahwa pohon beringin itu nemplok dan makan dari pohon lain, seperti parasit.

Ada dua poin utama yang bisa kita pelajarin dari bedah cerpen kedua ini.


Analogi

Kita bisa mengisahkan sesuatu dengan menganalogikan dengan hal lain yang dunianya sangat berbeda. Cara ini biasanya lebih memudahkan pembaca memahami kisah. Sekaligus menambah cantik tatanan sebuah cerpen.

Contohnya, Zie menggambarkan konflik di pemerintahan dengan pertumbuhan pohon beringin.


Diksi

Pelajaran kedua adalah bagaimana kita membuat kalimat atau kata kita lebih manis. Yaitu diksi, memilih kata yang pas untuk mempercantik serta membuat karya semakin enak dibaca.

Kata-kata seperti melata, senja keemasan, yang jarang digunakan kadang akan mempercantik karya. Akan tetapi seperti kopi. Kadang kopi itu jika isinya hanya gula semua, maka aroma dan rasa kopinya tak akan muncul secara maksimal. Malah lebih cocok jika tanpa pemanis.

Begitu juga cerpen. Ada beberapa cerpen yang malah harus menggunakan kata-kata sederhana sehari-hari. Karena memang topik dan alurnya sudah sangat bagus. Akan hilang rasanya jika ditambah pemanis lagi.

Tapi ada juga cerpen yang memang butuh beberapa diksi untuk menghaluskannya. Seperti kopi-kopi putih, seperti moccachino atau machiato.

Bagaimana? Tertarik ikut? Datang saja minggu depan jam 13.00 di UIN. Ada cerpen yang lebih menarik lagi yang menunggu dibabat sampai ke akar-akarnya.

Kak! Caranya Gabung FLP Malang Bagaimana, Ya?

The Old Power Rangers
Berbicara tentang Forum Lingkar Pena (FLP). Maka tak akan lepas dari tiga kata ini. Menulis, Komunitas, dan Santun. Kebanyakan penulis juga akan mengenal FLP dengan ketiga bau khas tersebut.

Menulis

FLP menjadi salah satu kumpulan orang yang ikut merayakan sejarah literasi. Bersama dengan grup/komunitas di seluruh dunia, kerjaan utama FLP ya menulis dan terus menulis. Tujuan akhirnya, ya menulis. Berkembang bersama waktu, berjalan seiring sejarah. Begitulah ruh utama semua kelompok menulis. Beriringan dan saling melengkapi. Menjangkau seluruh lapisan manusia agar mereka tahu pentingnya membaca dan menulis. Sebagai naluri pembeda manusia.

Komunitas

Sebenarnya dalam hal ini FLP sangat mirip dengan kelompok-kelompok menulis yang lain. Yaitu berkumpul karena memiliki kesamaan visi atau misi.

Seperti layaknya sebuah komunitas, perlu adanya sebuah perjanjian yang mengikat anggota dengan komunitasnya. Semata-mata agar perjalanan komunitas ini bisa panjang. Sekaligus mengakomodir semangat seluruh anggota yang beragam.

Santun

Dalam hal ini mungkin FLP memiliki sedikit perbedaan dengan komunitas menulis lainnya. Yaitu santun. Apa itu santun yang dimaksud FLP? Apakah harus ada Islam-islamnya? Setiap buat karya, harus ada adegan wanita merapikan mukena?

Santun di dalam FLP mempunyai artian yang sangat luas. Tapi biarkan penulis mendeskripsikannya dalam kalimat yang pendek. Yaitu karya sastra yang dibuat dengan tata bahasa yang santun sesuai adat ketimuran. Jika ingin lebih mendalami mungkin perlu kiranya diskusi santai dengan beberapa anak FLP.

Gabung FLP

Lalu, bagaimana caranya menjadi anggota FLP? Dalam hal ini FLP memiliki beberapa syarat. Antara lain ikut upgrading/open recruitment, mengikuti agenda-agenda rutin, mengisi raport, hingga akhirnya mendapatkan NRA (Nomor Registrasi Anggota).

Itulah beberapa syarat umum yang sesuai dengan titisan pusat. FLP Malang dahulu juga mengikuti jejak ini. Akan tetapi, dalam beberapa tahun cara ini belum berhasil dilakukan dengan sempurna oleh FLP Malang. Pasti selalu ada seleksi alam. Di awal jumpa kita layaknya satu batalyon perang. Akan tetapi setelah beberapa pekan jumlah kita terus menyusut, tnggal satu set Power Rangers. Itu pun tak tentu apakah ranger hitam selalu ada.

FLP Malang

Sehingga, kini FLP Malang sedikit tidak taat dengan ibunya sendiri. Memilih menggunakan otonomi daerah, alias tidak mengadakan open recruitment lagi. Jika ada yang ingin menjadi anggota FLP Malang, silahkan langsung gabung di acara-acara FLP Malang yang jadwalnya akan selalu ditempel di fanspage FLP Malang.

Kita akan senang mengangkat menjadi anggota FLP Malang, mereka yang memiliki kesungguhan serta kecocokan visi misi. Dengan kata lain mendapatkan kartu Power Rangers, maksud saya kartu NRA.

Sehingga kita bisa sharing/diskusi dengan seluruh umat manusia (halah gombal). Akan tetapi masih bisa fokus mengembangkan diri untuk menjadi Power Rangers, untung-untung jikalau si ranger hitam muncul.

Akhir kata. Mari masuk komunitas yang bisa mengembangkan akal dan hati kita, dimanapun itu. Kemudian membuat bumi menjadi lebih baik lagi. See ya!

Seri Writerpreneurship I: Kenapa Penulis Harus Kaya?


Oleh-oleh dari Upgrading FLP (Forum Lingkar Pena) Jatim dan Kuliah Umum Dare to be Writerpreneur, 6-8 Februari 2016

Disarikan oleh Gusti A.P.

"Penulis itu harus kaya," kata Bapak Nun Urnoto El-Banbary saat membina sesi Training for Trainer pada program Upgrading FLP Jatim kemarin.


"Kalau jadi penulis miskin, orang akan semakin meremehkan profesi ini. Mereka akan bilang, 'Buat apa jadi penulis? Tukang ngayal, tetap miskin.' Akhirnya nggak bakal ada yang jadi penulis. Makanya jadi penulis itu harus kaya."

Ada benarnya juga kata-kata penulis novel Anak-Anak Pangaro, Anak-Anak Revolusi Tanah Raja dan Memanjat Pesona ini. 

Berdasarkan berita Koran Sindo versi website 2015 lalu, minat baca masyarakat Indonesia, dibanding negara Asia lainnya sangat di bawah rata-rata. Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Budi Wibowo mengatakan, dorongan lingkungan sekitar masih belum mendukung untuk menumbuhkan minat baca.

"Untuk DIY, data terakhir survei 2012, indeks bacanya 0,049. Ini yang tertinggi di Indonesia, jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Tapi jika dibandingkan luar, seperti Singapura masih jauh. Di sana, indeksnya sudah 0,45."

Berarti yang termasuk kita-kita ini cuma masuk dipersentase yang nol koma sekian-kian itu. Wasem tenan, tho? Dampaknya apa? Baru-baru ini para penggiat dunia literasi, mulai dari para penulis hingga pecinta buku diresahkan dengan dinaikkannya pajak bagi penerbitan buku. Yang dinaikkan itu sudah termasuk pajak bagi penjualan, royalti penulis, kertas, dan seluruh lini produksinya. Luar biasa. Nggak heran kalau harga buku jadi semakin melambung tinggi, lebih cepat dari kecepatan terisi ulangnya dompet.

Saat ini kondisinya, pajak diturunkan untuk jenis hiburan lain selain buku seperti tontonan film, tontonan pagelaran kesenian, musik, peragaan busana, pameran, diskotik, karaoke, klub malam, pertunjukan sirkus, sulap, dan tontonan pertandingan olahraga. Dan kalau hanya melihat dari sudut pandang untung-rugi material saja, itu wajar. Karena memang masyarakat lebih memilih hiburan-hiburan tersebut daripada kegiatan membaca. Karena peminatnya banyak meskipun pajaknya diturunkan, tetap bisa memberikan keuntungan yang besar. Sedangkan karena buku peminatnya dikit, kalau pajaknya dimurahkan, pemasukannya makin sedikit. Dimahalkan saja sekalian. Jadi walau yang minat dikit, pemasukannya tetap besar. Begitulah kebijakan orang-orang pajak yang getol mempromosikan jargon, “Orang bijak bayar pajak.” (Lha orang pajak apa bijak? Hehehe)



Persoalan minat baca dan tulis ini jadi lingkaran setan. Singkatnya, kalau diruntut sebab musababnya jadi begini: Kenapa nggak suka baca buku? Karena nggak terbiasa beli buku. Kenapa nggak beli buku? Karena buku mahal. Kenapa buku mahal? Karena pajak buku dinaikkan. Kenapa pajak buku yang dinaikkan? Karena orang-orang nggak suka baca buku! Kalau pajak buku diturunkan, apakah akan langsung menaikkan tingkat minat membaca masyarakat? Jawabannya: enggak!

Karena semisal kalau orang-orang seperti itu ditanyai lagi, “Ini saya kasih buku gratis, mau nggak?” atau “Ini saya kasih fasilitas belajar nulis gratis, mau nggak?”

Bisa jadi jawabannya begini, “Buat apa baca? Buat apa nulis? Nggak ada waktu. Nggak bikin kaya. Mending nonton orkes dangdut di kampung sebelah!”

Jadi itu semua terjadi karena kita sendiri nggak bisa meyakinkan mereka bahwa membaca dan menulis itu bisa memberikan keuntungan yang riil. Termasuk keuntungan finansial.

Yang jelas, bukan zamannya lagi penyair atau penulis yang identik dengan ketidakmapanan. Tampang kucel, baju kumal, kamar kumuh, sa'penake dhewe, nggak punya manajemen waktu dan karya. Bagaimana penulis bisa meyakinkan orang-orang untuk membeli karyanya kalau begitu? Chairil Anwar sendiri ketika melamar Mirat pacarnya, ditolak mentah-mentah oleh orangtua gadis itu.

"Kau cari kerja dulu, baru kemudian melamar anakku!" geram calon mertuanya.

Ya iyalah!

Penulis harus punya visi masa depan, dan hidup tertata agar bisa berkarya dengan profesional. 

Coba kalau kita adalah penulis yang kaya. Orang pasti berbondong-bondong bertanya kepada kita, “Kok bisa kaya? Kerjanya apa?”

Terus kita bisa menjawab dengan jawabannya, “Nulis dong.”

Pasti orang-orang pingin meniru. Dan kalau mereka bertanya gimana biar bisa nulis yang bikin kaya? Kita bisa dengan jumawa menjawab, “Mau tau? Beli dan baca buku saya. Nanti Anda akan tahu.”

Lalu mereka akan beli buku kita deh. Horeee...Wenak tho? 

Agar tidak terlalu panjang, tulisan writerpreneurship bagian pertama yang disarikan dari materi Upgrading FLP Jatim ini diakhiri dulu sampai di sini. Tulisan berikutnya akan membahas soal Kenapa Penulis Tidak Bisa Kaya. Mindset apa saja yang bisa menghalangi seorang penulis untuk mencapai kesuksesan, dan bagaimana mendobrak mindset tersebut.

Referensi


Referensi





Widodo, Dukut Imam, 2016. Menulis Itu Adalah Sebuah Pekerjaan. Materi yang dibawakan pada sesi Kuliah Umum Dare to be Writerpreneurship, Upgrading FLP Jatim Februari 2016.


Sesi Training for Trainer untuk Kelas Upgrading Kepenulisan Novel yang dibawakan oleh Nun Urnoto El-Banbary di acara Upgrading FLP Jatim Februari 2016