(CHAN: Catatan Harian Akhwat Narsis): Mendadak Nikah

Yap kali ini giliran salah satu editor kami yang unjuk karya. Mari kita bantai karyanya beramai-ramai. Huakakaka....


“Lho Zie, aku dah nikah?” tanya mbak Yusi tak percaya. Ganti aku yang bingung…

“Sepertinya sudah,” mengamati beberapa saudara yang menelungkupkan tangan, berdoa.
 “Kok?” keningnya berkerut. Aku tersenyum…
Barakallahulaka….ya Mbak,”
“Ndak bisa ini! Di luar skenario! Mas Firman datang ke sini untuk melamarku! Cuma melamar! Belum menikah! Waduh, belum bilang teman-teman, pasti mereka protes, dan bla bla bla..” Mbak sepupuku itu nggrundel sendiri.

“Hahaha, aku malah seneng mbak, jadi ndak nunggu lama-lama,”
“Aku juga belum minta mas kawinnya apa,” tambahnya.
“Lha itu cincin,”
“Yang lain?” tanyanya… hahaha bisa saja!
Bukan hanya Mbakku yang bingung, aku juga. Agenda awal daku datang ke rumahnya adalah untuk menyaksikan lamaran Mbak Yusi oleh Mas Firman. Tapi sampai sana?
Ehm.. acara awal sih normal seperti lamaran pada umumnya, namun di tengah acara ibu Mas Firman mengeluarkan cincin kawin.
“Mungkin tukar cincin,” pikirku.
But… tiba-tibapembawa acara memanggil Pak Penghulu yang ternyata sudah disiapkan keluarga Mbak Yusi. Tak hanya penghulu yang diundang tapi juga penceramah.
Jyaaa….
Akad nikah pun diucapkan! Subhanallah, benar-benar dua keluarga ini kompak banget ‘ngerjainnya’!
Seru juga sih… surprise jadinya…
Ganti Mbakku yang geleng-geleng kepala, “Ibu bapak ini bisa saja sih!” aku dan sepupu-sepupu tertawa mendengarnya.
“Bayangin deh Zie, besok aku harus kembali ke Kudus untuk kerja. Cuma ijin satu hari untuk lamaran! Mas Firman juga, harus kembali ke Jakarta untuk dinas,”
“Ya, aku bayangin,” candaku ditimpali pukulan darinya. Rumah kami di Sumberpucung.
“Pokoknya nggak ada malam pertama untuk hari ini!” ujarnya.
“Hahaha, masak iya?” tanyaku, mbak Yusi tersenyum.
“Aku belum siap kalau nikah sekarang,”
“Ndak sekarang, kan dah tadi nikahnya Mbak…”
Mengingat peristiwa tiga tahun yang lalu aku jadi tertawa sendiri. Proses yang begitu singkat, bertemu di pasar, sepertinya pernah kenal, eee ternyata teman ngaji pas kecil, ada saling ketertarikan. Enough…
Usut punya usut ternyata keluarga Mas Firman adalah teman keluarga Mbak Yusi, trus ternyata keluarga juauuuhhku.
Lha Mas Firman dulu pas kecil jadi murid ibuku. Trus lamaran, ups ndak pakai lamaran dink, langsung nikah! Ckckck… kalau jodoh nggak akan kemana…
Then pasar, tidak hanya buat jual beli, tapi juga buat ketemu ma si jodoh, hehehe…
Inginku menucapkan doa itu sekali lagi Mbakku sayang, Baarakallaahulaka wa baaraka’alaika wa jama’a bainakumaa fii khoiri…
Robb, karuniakanlah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, anugerahkanlah anak yang shaleh buat Mbak dan Masku ini.. amiin…
***
Ternyata tidak hanya Mbak yang mendapat kejutan, aku juga! Satu hal yang tidak pernah kusangka sebelumnya. Saat itu aku pamit ke Malang untuk pergi ke IBF, ada acara Talkshow bareng 5 penulis kota Malang. Keluargaku, keluarga
Mbak Yusi, keluarga Mas Firman, dan keluarga dekat lainnya pergi ke bandara mengantar Mas Firman balik ke Jakarta, dan mengantar Mbak Yusi kembali ke Kudus. Acara di IBF, sama sekali tidak kusiarkan alias diam-diam.
Lha, biasanya keluarga besar perginya ke pasar, supermarket, atau toko-toko yang lain. Jarang dan hampir tidak pernah ke IBF.
Sesuatu terjadi, siang itu saat talkshow, datanglah rombongan dua mobil ke acara IBF… glodhak! Aku yang kebagian bicara langsung "cep" diam, bicara seperlunya saja.
Ada angin apa ini? Tumben-tumbennya?
Dari arah penonton, Budhe, Pakdhe, Ayah dan Ibu Mas Firman, Tante, serta keponakan-keponakan mengacungkan tangan ke arahku.
“Itu kan Mbaaakk..” jyaaa…
Duh orang-orang…

Okus, 28 Agustus 2011
Editor's Note:
Pas Neko membaca judul postingan ini, Neko kira Mbak Zie yang bakal menikah. Eeee...ternyata malah sodaranya. Huuuuu...penonton kecewa! Wkwkwkw. Anyway, gaya menulis Mbak Zie di sini bisa dibilang unik. Sangat unik. Lincah dan gaya bertuturnya bisa membuat kita seolah mendengar Mbak Zie sendiri yang menuturkan ceritanya kepada kita semua. Walaupun begitu, bukan berarti tanpa kekurangan...
Narasi deskripsinya manaaaaaa Buuuuk??? Benar-benar full dialog. Nggak ada penjelasan Mbak Yusi itu sebenarnya "siapa" dan "kaya apa" orangnya. Mas Firman itu orangnya gimana Situasi lamarannya gimana. Nggak ada. Padahal, deskripsi (terutama dalam karya tulis berbentuk narasi), sangat penting untuk membangun suasana juga menggambarkan perasaan hati dan konflik psikologi sang tokoh. Dialog memang lebih lincah. Tapi jika tidak diimbangi dengan narasi deskripsi, juga jadinya agak janggal. Seharusnya Mbak Zie bisa lebih mengeksplor lagi detail ceritanya, misalnya awal mula ketika Mbak Yusi bertemu dengan Mas Farid di pasar sampai akhirnya saling naksir dan menikah. Itu kan menarik sekali! Tentunya bakal lebih banyak lagi kelucuan yang bisa dieksplor dari sana...
Sebenarnya sudah sering Neko protes soal ini ke Mbak Zie. Beliaunya cuma beralasan gaya seperti ini terjadi karena doi lebih sering nulis non-fiksi. Bukan alasan Mbak, secara Neko pernah baca cerpennya doi pas mahasiswa dan narasi deskripsinya udah lumayan kok. Saran Neko, mending Mbak Zie lebih banyak baca karya-karya bergenre PELIT (Personal Literature) yang banyak diterbitkan oleh Gagas Media atau Gradien Media. Misal, Kambing Jantannya Raditya Dika, Anak Kos Dodolnya Dedew, dan Gokil Dad. 
Bagaimana menurut kalian? Ada lagi yang mau berbagi apresiasi?
Cerahkan  dunia dengan karya sastra. Hidupkan karya sastra  dengan berbagi apresiasi
Cherio


Mizuki-Arjuneko 


Profil Penulis

Mbak Fauziah Rachmawati, akhwat asli Sumberpucung ini dari masa sebelum lulus kuliah sampai sekarang berdomisili di Malang.Kini bekerja sebagai guru di SD IT As-Salam, sesuai dengan jalur pendidikannya selama masa kuliah yaitu PGSD (Pendidikan Guru SD) di Universitas Negeri Malang. Di sana, ia hobi sekali menggoda murid-muridnya... Ampun deeeh...

Sejak kuliah akhwat yang satu ini memang sudah enerjik dan susah diemnya. Mbak Zie (panggilan bekennya) sudah lama berkiprah di bidang penulisan karya ilmiah dan pernah menjadi Juara 1 LKTM tingkat Universitas, dan Juara III LKTM di tingkat regional. Selain itu, Mbak Zie juga suka membuat cerpen. Salah satu cerpennya yang bertemakan aborsi dimuat dalam Antologi puisi FLP UM "Aku Ingin Melukis Wajahmu".

Bakat koleris dan leadershipnya terlihat jelas ketika beliau diamanahi sebagai ketua FLP UM 2008/2009, dan setelah lulus, mendapat amanah juga, lagi-lagi sebagai ketua, di FLP Malang periode saat ini. Walau begitu, kalau sudah muncul sanguinnya, Mbak Zie sangat asyik untuk di-bully-bully hehehe...

Beliau baru saja terpilih menjadi pemenang pemuda pelopor. Mengikuti event itu dengan tujuan agar FLP Malang bisa diakui dan memiliki link ke orang-orang pemerintahan. Oke deh, Sista. Terus berjuang yaa...

Share this

0 Comment to "(CHAN: Catatan Harian Akhwat Narsis): Mendadak Nikah"

Post a Comment