ASK MASHDAR: Memilih Diksi dan Menyampaikan Pesan Dalam Cerpen

Berikut merupakan transkrip diskusi tentang :
Salah satu transkip diskusi seru yang telah menjadi artefak. :v
"Tentang Memilih Diksi" dan "Bagaimana menyampaikan pesan dalam cerpen."

#Mashdar Zainal:
Maaf, sore-sore baru buka lapak. Silahkan yang mau tanya seputar fiksi. Hari ini jadwalku 'ngisi lagi', seperti biasa, pertanyaan pertama yang akan kita bahas...
 2 Februari pukul 14:24

#Ain Nur, #Fauziah Rachmawati dan 2 orang lainnya menyukai ini.

#Mashdar Zainal: mention Lin Wulynne, Gusti Aisyah Mizuki-Arjuneko, Fauziah Rachmawati, Heni Syakarna, Cak Dayat, Mahfuzh Tnt, Muhammad Hafidz Mubarok, Ain Nur, Widiya Dewi, Arif Bawono Surya, dll... seretin temen2 yang belum ya...
                                                      2 Februari pukul 14:25 

#Ummu Rahayu:
Mas, gimana caranya menyeimbangkan kadar istilah-istilah baru dalam novel? Maksudnya, kan ada tu idiom-idiom yang jarang, sama istilah-istilah yang jarang ditampilkan gitu... Biar menambah informasi baru dalam tulisan. Nah, bagaimana menyeimbangkan itu? Kadang kan bisa males kalo banyak kata-kata yg tidak kita mengerti. Kapan kita bisa menggunakan itu? Saat yang tepat itu gimana?

Sama... dalam cerpen bisa ga kita menjelaskan seting misalnya dalam kamar itu ada meja dua buah, di atasnya ada piring, bak berkaki, sendok, nasi... di meja lainnya terdapat teko dengan tulisan teh atau kopi dengan jejeran gelas dan air mineral di samping kiri dan kanannya? (Hoho berapa pertanyaan sudah?)  Sebenarnya banyak yang mau dtanyakan nih mas. :D  
2 Februari pukul 16:54

#Ummu Rahayu: Oh iya Mas... dalam menulis itu menetapkan pesan moral dulu apa pesan moral biarlah muncul dengan sendirinya dalam tulisan
2 Februari pukul 16:57

#Mashdar Zainal:
Ummu Rahayu, pertanyaanmu satu RT full. Hmmm cara menyeimbangkan pilihan diksi? Saya pikir itulah novel. Memang harus kaya kata-kata sehingga bisa mendeskripsikan sesuatu dengan powerful. Soal idiom, atau diksi2 tak biasa, kau bisa menggunakan sesuai kebutuhan. Lalu kapan dibutuhkan? Kalau saya sendiri menyebutnya "nyastra". Ada beberapa kalimat yang butuh kata-kata tertentu untuk mengindahkan kalimat tersebut. Dan sebaliknya, terkadang kata indah/ idiom/ ilmiah akan menjadi garing bila kita salah menempatkan. 

Contoh kongritnya (lagi-lagi) kita harus tengok karya-karya keren yang sudah ada. Bagaimana para penulis itu menempatkan kata sesuai pada tempatnya....
2 Februari pukul 17:34

#Mashdar Zainal: Ummu, soal pesan moral, dari pengalaman, saya cenderung memulai menulis dulu (tak pedulu ada pesan atau tidak). Tapi setelah selesai, saya coba baca berulang-ulang, adakah sesuatu yang mungkin bisa diselipkan untuk disampaikan? Dan saya selalu menemukan ADA. Akan selalu ada, meski itu sangat kecil.
2 Februari pukul 17:35 ·

#Muhammad Hafidz Mubarok: ‎Ummu, yang saya tahu ada teknik namanya open up. Jangan dulu berpikir judul, jangan dulu berpikir pesan atau amanat,dan jangan pernah berpikir baiknya seperti apa. Kata Pak Hernowo, "Itu semua hanya membuang waktu."

Tulis saja semua gagasan, setelah selesai koreksi bukan edit. Jadi hilangkan yang sekiranya sampah, dan bumbui yang sekiranya menarik. Nuwus
2 Februari pukul 17:57 

#Mizuki-Arjuneko: Tapi setiap karya kan harus ada pesan moralnya. Bukannya itu salah satu prinsip FLP (n Islam)??? @_@
2 Februari pukul 17:59 ·

#Muhammad Hafidz Mubarok: Jangan salah paham, Neko. Pesan moral memang harus ada, tapi jangan sampai membebani kita. Terutama jika ingin memulai sebuah tulisan. Kalau belum-belum sudah terbebani moral, yang terjadi tulisan kita malah terkesan menggurui. Pembaca mana yang suka digurui?

So, teknik terbaik, jangan berpikir apapun ketika ingin menulis. Indah atau tidak, sesuai prosedur atau cabang, kita urusi belakangan. Saya kira Ummu bertanya seperti itu karena lebih dulu takut untuk menulis, apakah tulisannnya sesuai islami atau gak.Itu yang menjadi big problem
2 Februari pukul 18:03

#Ummu Rahayu: Huuummmmm asssiiiikkkk.... Terima kasih Mas Mashdar Zainal, terima kasih Mas Muhammad Hafidz Mubarok ^_^V
4 Februari pukul 22:55

END NOTES:
Yap, itulah laporan diskusi fiksi di lapak Mashdar Zainal (tentu saja ada beberapa hal yang diedit, dan disesuaikan. Komentar-komentar yang ditampilkan adalah komentar yang masih sesuai dengan isi diskusi. Juga ada penyesuaian beberapa ejaan dan diksi)

Sebenarnya untuk pemunculan moral atau pesan dalam karya sastra itu adalah keharusan menurut teori Dulce et Utile. Dulce (sweet/indah), Utile (berguna). Dicetuskan oleh Horacio, filsuf Yunani klasik. Bisa dipelajari lebih detail di buku Teori Sastra atau Literary Theory, yang ditulis oleh Wellek dan Warren. Inti dari konsep ini sebenarnya sangat sederhana. Bahwa  sebuah karya sastra harus indah, sehingga menghibur pembacanya, dan berguna, sehingga mencerdaskan pembacanya. 

Karena untuk apa karya yang rumit, susah dipahami, dan memakai bahasa yang muluk-muluk kalau pada akhirnya tidak membawa pesan positif bagi pembacanya kan?

Nah, bagaimana diskusi di atas? Seru kan? Berbagi memang nggak pernah rugi. Thanks buat Ummu Rahayu yang sudah memulai diskusi ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik. Juga buat Hafidz yang sudah ikut berusaha memberi pencerahan. Terlebih lagi, thanks a lot buat Mashdar Zainal yang sudah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu di lapak ini. Sukses dengan karya-karya barunya, Pak. ^_^b

Profil Mashdar Zainal.

Mashdar Zainal adalah nama pena dari penulis kelahiran kota Brem, Madiun, ini. Beliau dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1984, dengan nama Darwanto. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di tanah kelahiranya, Usai lulus MTs. Ia merantau ke Nganjuk, untuk belajar nyantri. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar ia sudah bersahabat karib dengan buku, khususnya komik dan buku cerita.

Selain membaca dan menulis tentunya, sejak kecil ia juga paling gemar melukis, buku-buku pelajarannya selalu penuh dengan puisi dan gambar-gambar. Cita-cita kecilnya menjadi seniman, seiring berjalannya waktu ternyata ia lebih suka menjadi seniman tinta.

Akhir tahun 2007, pria yang biasa di panggil Mashdar ini sukses menyelesaikan studinya di Fakultas tarbiyah  UIN Malang dengan predikat sangat memuaskan. Saat ini ia tengah mengajar di SDIT Insan Permata Malang. Bergiat juga di Komunitas Sastra Lembah Ibarat Malang. Organisasi kepenulisan yang masih aktif ia tekuni salah satunya ialah Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Malang.

Beberapa kali ia menjuarai Lomba Kepenulisan Cerpen dan Puisi, dari Tingkat Lokal sampai Tingkat Nasional. Terakhir, dia mendapat predikat “Penyair Hijau” sebagai juara harapan III Lomba Cipta Puisi bertajuk “Puisi Hijau”, yang digelar oleh Harian Online Kabar Indonesia (HOKI). Dua cerpennya Laron (2011) dan Pohon Hayat (2012) sudah berhasil menembus rubrik cerpen media nasional bergengsi, Kompas. Cerpen-cerpennya bertebaran hampir tiap minggu di berbagai media seperti Jawa Pos, Journal Cerpen, etc.

Beliau sudah menerbitkan satu novel di bawah penerbit Pro U Media, Zalzalah. Novel keduanya, BLACK JASMINE sedang dalam proses penerbitan di penerbit yang lain. Sungguh penulis yang sangat produktif. Impiannya adalah melihat karyanya difilmkan oleh sineas-sineas jempolan.



Bagi pembaca yang ingin bersilaturrahim dan berbagi ilmu melalui kirtik, saran, ataupun tanggapan bisa langsung mengirim e-mail ke mashdar.zainal@yahoo.co.id, bagi yang ingin lebih mengenal sosoknya silahkan singgah ke gubuk mayanya dengan alamat www.mashdarzainal.blogspot.com

Share this

0 Comment to "ASK MASHDAR: Memilih Diksi dan Menyampaikan Pesan Dalam Cerpen"

Post a Comment