Rumput masih semerbak. Matahari pun terik renyah. Kondisi yang tepat untuk keluar kandang untuk paman yang sedang merindukan ponakan. Paman Bostro hidup mandiri. Memimpin koloni dengan gagah berani. Dia dikenal sebagai komandan paling hebat sekoloni. Berhasil memimpin dalam perluasan beberapa wilayah. Hari ini waktunya menurunkan keberaniannya kepada sang mentari. Ponakan satu-satunya yang akan mewarisi kegagahannya. Pikirannya sudah melayang jauh ke depan. Jalan di bawah matahari pagi yang hangat. Melewati padang rumput dengan embunnya yang masih menempel. Menyusuri harum-harum kayu yang menentramkan. Lalu disambut dengan pelukan erat sang ponakan.
Tetapi bayangannya buyar ketika melihat mobil Jasa Pest Control di depan rumah ponakannya. Kemungkinan-kemungkinan buruk langsung menghujani pikiran. Mobil itu selalu membawa hawa maut. Tunggang langgang dia kembali ke rumah. Dipanggilnya seluruh pasukan. Breafing cepat. Operasi darurat akan dilakukan untuk menyelamatkan koloni sebelah.
Jasa anti rayap merupakan musuh utama mereka. Setiap rumah yang didatangi mobil itu nasibnya selalu tak jelas. Belum pernah ada yang selamat dan dan berhasil menceritakannya. Hanya Paman Bostro lah yang pertama bisa lolos. Mukanya penuh codet karena harus menembus celah-celah sempit untuk kabur. Meskipun begitu, dia juga tak bisa menceritakan bagaimana dia bisa lolos dari bencana itu. Hanya keajaiban penjelasannya.
Isu yang masih simpang siur itulah membuat banyak prajurit mundur. Mereka masih sayang nyawa. Namun ada beberapa ksatria yang berani bertempur dengan Paman Bostro. Berangkatlah mereka. Bergerilya melewati rumput, sampailah mereka di depan pintu. Namun pintu itu sudah dibersihkan. Melewatinya berarti bertaruh nyawa.
Kepala Paman Bostro makin panas. Lebih baik mati daripada tak bisa menyelamatkan ponakannya. Mimpinya adalah melihatnya berkembang, semakin kuat, bahkan bisa menjadi komandan sepertinya.
Dia pun mengambil resiko yang lebih besar. Terjun bebas dari pohon. Segera Paman memimpin pasukan memanjat pohon. Satu persatu mereka terjun ke atap rumah. Lalu menerobos celah-celah genteng. Dari situ mereka berlari menyusuri kayu-kayu atap langsung menuju ke rumah ponakannya.
Paman Bostro berlari paling depan. Paling cepat. Dia tak ingin kehilangan keponakan satu-satunya. Memimpin pasukan menyusuri lantai terbuka. Semua pasukan mengikuti langkah sang pemberani itu, komandan terkuat di antara koloni. Tapi perhitungan Paman kali ini salah. Dari arah belakang muncul badai besar. Menyapu seluruh pasukan. Sekaligus dengan Paman Bostro. Kali ini Paman tak bisa memanggil keajaiban untuk kedua kali. Dia ikut tergulung badai besar. Panas. Perih. Sesak. Paman berusaha menyelamatkan diri. Namun badannya tak bisa digerakkan. Hanya matanya samar-samar menangkap sosok raksasa biru bertuliskan "Jasa Pembasmi Rayap".
Tetapi bayangannya buyar ketika melihat mobil Jasa Pest Control di depan rumah ponakannya. Kemungkinan-kemungkinan buruk langsung menghujani pikiran. Mobil itu selalu membawa hawa maut. Tunggang langgang dia kembali ke rumah. Dipanggilnya seluruh pasukan. Breafing cepat. Operasi darurat akan dilakukan untuk menyelamatkan koloni sebelah.
Jasa anti rayap merupakan musuh utama mereka. Setiap rumah yang didatangi mobil itu nasibnya selalu tak jelas. Belum pernah ada yang selamat dan dan berhasil menceritakannya. Hanya Paman Bostro lah yang pertama bisa lolos. Mukanya penuh codet karena harus menembus celah-celah sempit untuk kabur. Meskipun begitu, dia juga tak bisa menceritakan bagaimana dia bisa lolos dari bencana itu. Hanya keajaiban penjelasannya.
Isu yang masih simpang siur itulah membuat banyak prajurit mundur. Mereka masih sayang nyawa. Namun ada beberapa ksatria yang berani bertempur dengan Paman Bostro. Berangkatlah mereka. Bergerilya melewati rumput, sampailah mereka di depan pintu. Namun pintu itu sudah dibersihkan. Melewatinya berarti bertaruh nyawa.
Kepala Paman Bostro makin panas. Lebih baik mati daripada tak bisa menyelamatkan ponakannya. Mimpinya adalah melihatnya berkembang, semakin kuat, bahkan bisa menjadi komandan sepertinya.
Dia pun mengambil resiko yang lebih besar. Terjun bebas dari pohon. Segera Paman memimpin pasukan memanjat pohon. Satu persatu mereka terjun ke atap rumah. Lalu menerobos celah-celah genteng. Dari situ mereka berlari menyusuri kayu-kayu atap langsung menuju ke rumah ponakannya.
Paman Bostro berlari paling depan. Paling cepat. Dia tak ingin kehilangan keponakan satu-satunya. Memimpin pasukan menyusuri lantai terbuka. Semua pasukan mengikuti langkah sang pemberani itu, komandan terkuat di antara koloni. Tapi perhitungan Paman kali ini salah. Dari arah belakang muncul badai besar. Menyapu seluruh pasukan. Sekaligus dengan Paman Bostro. Kali ini Paman tak bisa memanggil keajaiban untuk kedua kali. Dia ikut tergulung badai besar. Panas. Perih. Sesak. Paman berusaha menyelamatkan diri. Namun badannya tak bisa digerakkan. Hanya matanya samar-samar menangkap sosok raksasa biru bertuliskan "Jasa Pembasmi Rayap".
0 Comment to "Cerpen - Paman Bostro"
Post a Comment