DAS Writing Tips: Seting Fiktif V.S Seting Realis pada Novel

Minggu, 20 Oktober 2013 dulu, para pengurus FLP Malang, mengadakan pertemuan singkat di rumah Mashdar Zainal. Selain membicarakan urusan keorganisasian, kami semua me-request beliau untuk mengisi materi singkat tentang penulisan novel. Banyak hal yang bisa kami dapatkan dari materi beliau yang sederhana tapi mengena. Salah satunya adalah tentang setting tempat pada novel.

Tidak seperti cerpen, novel dituntut memiliki setting tempat yang jelas. Di situlah kekuatan seorang penulis dalam mendeskripsikan tempat diuji. Selain itu, referensi dan pengetahuan umum seorang penulis juga dibutuhkan. Sebisa mungkin deskripsi yang dibuat terasa riil dan meyakinkan.

Setting pada novel dibagi menjadi dua: berdasarkan dunia nyata, atau murni fiksi. 

1. Setting Fiktif

Pada novel-novel bergenre fiksi-fantasi seperti Harry Potter, Lord of The Ring, Narnia, Eragon, penulis diberi keleluasan untuk berfantasi seluas-luasnya, termasuk dalam hal deskripsi tempat. Dalam novel jenis ini, penulis dapat dengan bebas mengarang lokasi yang diinginkan. Mudah? 

Beberapa orang "cenderung meremehkan proses kreatif sebuah novel bergenre fiksi fantasi". Kata mereka, "Tinggal ngayal aja apa susahnya sih?"

Oh, coba saja tulis novel fiksi fantasi sekelas Lord of The Ring dan Harry Potter kalau begitu ^^

Pembaca tentunya akan lebih mudah membayangkan seting tempat, jika mereka sudah familiar dengan deskripsi yang ditulis. Entah mungkin pernah melihatnya dari film, komik, cergam, dan sebagainya. Karena itu walaupun ceritanya bergenre fiksi fantasi dengan taburan efek magis di sana-sini, kalau setingnya dibuat asal-asalan ya pembaca bisa jengkel dan merasa dibodohi. Pembaca jaman sekarang kritis-kritis lho.

Misalnya, seorang yang penulis yang ceroboh akan menulis sebuah dunia fantasi dengan basis kebudayaan Jepang. Para tokoh digambarkan berwajah oriental dengan fitur mata sipit, kulit putih, tubuh tidak terlalu tinggi, dan memakai kimono kemana-mana.

Tapi kemudian nama-nama tokohnya malah jadi Mei LinXiaou Lin, Shao Lan, sampai  nama-nama artis Korea seperti Shiwon dan Sungmin dibawa-bawa^^. Nama-nama lokasinya jadi sungai Yangtze, Beijing, dan nama-nama lain yang tidak mengesankan budaya Jepang sama sekali. (Maklum, beberapa orang tidak bisa membedakan antara budaya Jepang, Cina, dan Korea, pokoknya sipit, berarti pasti dari Cina!^^). 

Lalu musuh-musuh yang dimunculkan malah elf, kurcaci, goblin, yang berasal dari mitologi barat. Kelihatan sekali kalau asal ambil nama dan comot seting sana-sini dari karya yang sudah populer. Seting abal-abal begini bisa membuat pembaca eneg juga. 

Contoh cerita fiksi fantasi berseting dunia khayalan yang bagus dan believeable adalah serial animasi AVATAR: Aang The Last Air Bender. Walau sepenuhnya fantasi, tapi konseptor cerita mampu mengembangkan seting berbasis "Another East Asia". Topografi lokasi, jenis tanah, tanaman, cara berpakaian para penduduk, sampai konsep kepercayaan dan filosofi yang dianut dikembangkan dari budaya Asia Timur. Penonton pun "percaya" dengan seting buatan itu dan tidak mengajukan protes. 

Seting tempat, memiliki peran besar dalam kelangsungan sebuah cerita. Tidak hanya konflik dan tokoh saja.

Kebanyakan penulis fiksi fantasi yang sudah profesional, mengembangkan seting lokasi ceritanya berdasarkan tempat yang sungguhan di dunia nyata. Christopher Paolini mengembangkan dunia Alaegesia berdasarkan padang luas yang ada di dekat rumahnya. Lalu J.R. Tolkien juga menggambarkan The Shire, lokasi para hobbit tinggal di The Hobbits dan Lord of The Ring berdasarkan rumah ternak berbentuk unik di New Zealand.

Banyak juga yang mendapat ide penggambaran seting novelnya setelah melihat lukisan landscape suatu tempat. Intinya sama saja. Bahkan seting dunia khayalan pun harus digarap secara serius.

Harry Potter adalah novel bergenre fiksi fantasi yang menggabungkan antara dunia nyata. London dengan stasiun King Cross-nya, dengan dunia khayalan sekolah sihir Hogwarts. Keduanya digambarkan dengan baik dan serius walaupun seting lebih banyak menonjolkan Hogwarts. Pembaca yang tidak pernah ke Inggris bisa membayangkan seperti apa stasiun King Cross itu. Mereka pun juga bisa membayangkan kemegahan kastil Hogwarts, Kantor Kementerian Sihir, dan stadion Quidditch

Novel bergenre apapun membutuhkan riset mendalam.

2. Setting Dunia Nyata

"Berarti membuat novel dengan seting dunia nyata lebih mudah dong? Kan tinggal memindahkan seting yang sudah ada ke dalam novel."

Menulis novel berdasarkan tempat-tempat yang sudah diketahui tentunya lebih mudah. Orang Malang menulis tentang kota Malang. Orang Jakarta menulis tentang kota Jakarta dan orang Bangka Belitong seperti Andrea Hirata pun menulis tentang tempat kelahirannya sendiri.

Namun, bagaimana jika seting yang akan kita pakai adalah tempat-tempat yang tidak pernah kita kunjungi sebelumnya?

Cara terbaik jelas observasi langsung. Bertanya dengan orang-orang setempat, mengamati situasi yang ada, mengamati kebiasaan masyarakat, hingga mengambil foto. Dan Brown mengunjungi Vatican sebelum menulis novel Angel and Demon. Tapi tidak semua orang memiliki biaya, waktu dan akses untuk mengobservasi tempat yang dituju kan?

Di era modern ketika teknologi informatika berkembang pesat seperti ini, seorang penulis tidak perlu ke Paris hanya agar bisa menulis tentang Paris. Mashdar Zainal sudah membuktikannya.

Salah satu penulis senior FLP Malang ini berhasil membuat cerita bersambung berjudul KANAL yang kini sedang dimuat di majalah Femina. Seting cerita itu adalah Paris, dan Mashdar sendiri belum pernah mengunjungi kota Paris. Lalu bagaimana proses kreatif Mashdar dalam mengembangkan cerita dan setingnya dengan sangat meyakinkan?

ATLAS. 

Ya, banyak di antara kami yang tidak terlalu akrab dengan ATLAS (trauma pelajaran geografi?^^), begitulah Mashdar Zainal menyindir kami semua^^. Padahal, ATLAS sangat berguna dalam mengembangkan seting lokasi cerita. 

Dari ATLAS, kita bisa memastikan secara tepat lokasi seting yang akan dipakai. Berapa jarak kota A ke kota B berdasarkan skala. Apakah kota itu berada di daerah pantai atau pegunungan, dan sebagainya.

Selanjutnya baru mencari referensi yang lebih detail, di google, wikipedia, buku-buku di perpustakaan, dan sebagainya. Dimulai dari ATLAS yang murah meriah, mencari referensi pun akan lebih mudah^^

End Note

Anyway, Neko menemukan website tentang peta dunia yang lumayan komprehensif. Kebetulan Neko menemukannya saat mencari  referensi peta negara Inggris. Website ini sangat lengkap karena menyediakan peta hutan, sungai, gunung, jalan-jalan di ibukota setiap negara, bahkan informasi tentang tempat yang sering didatangi para turis dan peta politik negara yang bersangkutan.

Tidak hanya negara Inggris, semua negara di dunia dicantumkan petanya secara mendetail. Lalu disisipi dengan beberapa keterangan seperti yang ada di wikipedia.

Check this out:

http://www.mapsofworld.com/

http://www.mapsofworld.com/physical-map/uk-physical-map.html

Yak selamat berburu lokasi ^_^

Share this

0 Comment to "DAS Writing Tips: Seting Fiktif V.S Seting Realis pada Novel"

Post a Comment